Banyak orang gagal tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan kesuksesan saat mereka menyerah . T A Edison.

Tuesday 24 February 2009

A Strong Will ; Break The Limit



( Memorial of the last exam in the winter )
By ; Agassa Salama

Kenapa ngasih judul pake bahasa Inggris segala ? satu pertanyaan yang muncul dari diriku sendiri saat mau menulis, sebenarnya tidak ada tendensi apapun yang melatar-belakanginya, hanya saja saat ini aku merasa kesulitan untuk membahasakannya dalam bahasa Indonesia dengan baik, dan merasa lebih nyaman ketika memakai istilah seperti itu.

Manusia adalah makhluk yang terbatas, kita semua sepakat akan hal tersebut, tapi di sisi lain dia adalah salah satu diantara elemen kehidupan yang terus berkembang di segala aspeknya, hal itu disebabkan karena sebuah determinasi dan ketetapan hati yang tinggi untuk terus menjadi lebih baik dari sebelumnya yang merupakan point utama dari perkembangan itu sendiri, dan yang lebih menghebohkan lagi, agama juga memberikan suatu pijakan yang menyatakan agar manusia mendobrak sekat sekat negatif yang membatasinya, "Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS. 13:11).


Kulliyatul khomsah atau lima prinsip umum di dalam maqashid syari'ah yaitu menjaga agama (hifdzud dien), menjaga jiwa (hifdzun nafs), menjaga akal (hifdzul aql), menjaga harta (hifdzul mal), dan menjaga keturunan (hifdzun nasl), menjadi acuan lain yang mengharuskan manusia untuk selalu berkembang guna mencapai tujuan utama Syari'ah yaitu kemaslahatan ummat, secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa korelasi kelima point tersebut diatas dengan apa yang kita bicarakan adalah ketika manusia yang secara naluriah memiliki self-defense dari segala hal yang membuat dia tidak nyaman, atau bahkan merasa khawatir dan terancam, baik di sisi dlohir, batin maupun materi, akan melakukan upaya upaya yang bertujuan menghilangkan berbagai perihal tersebut. break the limit, tidak selalu bernuansa negatif dengan sebuah pemahaman liberalisasi akan segala hal, ketika seseorang telah memiliki pondasi yang kuat dalam dirinya, berilmu dan telah mengetahui dasar dasar yang diperlukan ( baik religi maupun sosial ), maka break the limit akan menjadi suatu sumber positif yang sejalan dan berkesinambungan dengan perintah agama.

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (QS. 02:286), Sebuah janji telah diucapkan oleh pemilik alam, satu justifikasi hukum yang telah melontarkan sebuah kaidah fiqh yang berbunyi Al-masyaqqatu tajlibu al Taisir, kondisi rumit atau sulit itu mendatangkan kemudahan (baca: kemudahan hukum) , kaidah itu muncul bukan di semua kondisi sulit secara pemahaman mutlak atau umum, tapi kata "sulit" itu sendiri dibagi menjadi dua bagian dalam perspektif syari'ah, pertama kesulitan dalam tahap kewajaran, dimana hal tersebut tidak mempengaruhi hukum syara' dalam ibadah, mu'amalah maupun adat, karena maslahat diberlakukannya hukum syara' itu bagi ummat lebih besar dari kemudlaratan yang ada, contoh dalam kasus ini seperti kesulitan yang ada pada pemberlakuan shalat subuh yang mana cenderung merupakan waktu istirahat seseorang, sedang yang kedua adalah kesulitan yang menjadikan rukhsoh atau keringanan dan kemudahan di dalam hukum syara', inilah yang nantinya menjadi lahan kaji kaidah diatas, seperti dihalalkannya makanan2 yang semula diharamkan dalam kondisi tertentu, break the limit, sebuah batasan memiliki dua sisi yang sungguh unik, bahkan Allah sendiri menerapkan sebuah ketetapan mutlak di satu sisi dan kelenturan di sisi yang lain, sebagaimana hukum agama adalah sebuah hal yang tidak boleh di ganggu gugat, akan tetapi ruang lingkupnya dapat diperluas di beberapa kondisi, disinilah point break the limit memiliki fungsi yang sangat penting.

Beberapa waktu yang lalu aku mengalami suatu hal yg coba aku masukkan kedalam peng-istilahan break the limit, satu masalah yang sangat simpel sebenarnya, sekitar tujuh hari terakhir di masa ujian term pertama tingkat 4 kuliah syari'ah Universitas Al-azhar kemarin, kondisi tubuhku kurang begitu bagus ditambah lingkungan sekitar yang sangat tidak mendukung untuk belajar, itu adalah mingu terakhir ujian yang terdapat dua mata kuliah disana, yaitu bahs qowaidl dan qowaidl fiqh, disinilah aku membuktikan dua hal berlainan yang kemudian saling berbelok arah dan menempati koridor yang berbeda, bahs qowaidl merupakan mata kuliah yang relatif mudah sebenarnya, sedikitnya pembahasan yang ada, ditambah dengan waktu belajar yang diberi agak cukup panjang pula, yaitu selisih tiga hari dari ujian sebelumnya ( ujian di universitas Al-azhar kebanyakan seminggu dua atau tiga mata kuliah), disini aku setel yakin dan mantab, karena merasa menguasai semua materi yang ada, tapi ala gadabrak… saat mengerjakan ujian, gara-gara ceroboh aku malah mengganti jawaban yang semula sudah betul menjadi salah, dan hal itu baru aku sadari beberapa saat setelah keluar dari ruang ujian, memposisikan diri terlalu tinggi sehingga menjadi tidak match dengan sesuatu yang sebenarnya sudah tepat ( dikuasai ) adalah kasus yang menimpaku saat itu, tetap membumi dalam kedaan apapun adalah pelajaran terpenting yang dapat kuambil dari sana, kemudian di ujian terakhir term 1 pelajaran qowaidl fiqh, terjadi hal yang kontradiksi dengan kasus sebelumnya, aku sempat merasa tertekan beberapa jam sebelum memasuki ruang ujian, penguasaan materi yang jauh dari target, dan kembali cerobahnya diri ini dengan salah tahdid ( batasan pelajaran ), sehingga yang harusnya penting belum sempat aku baca, pagi itu ( ujian siang hari habis dluhur ) aku dalam situasi yang serba sulit ditambah kondisi tubuh yang tidak mendukung, pagi itu aku gunakan untuk sedapatnya membaca bab di beberapa pembahasan yang belum sempat aku sentuh malam harinya sampai adzan dluhur berkumandang, kemudian aku pasrahkan diri pada Illahi diwaktu antara adzan dan iqamah yang kutahu adalah salah satu waktu mujarab untuk berdo'a berdasarkan sebuah hadist yang berbunyi "Doa tidak akan ditolak di antara waktu adzan dan iqamah”. Dikala itu Satu ayat suci Al-Qur'an terus terngiang-ngiang di kepalaku "La yukallifu Allahu nafsan “illa wus’aha laha ma kasabat wa’alayha ma “iktasabat rabbana la tu-“akhithna “in nasina “aw “akhta-“na rabbana wa-la tahmil ‘alayna “isran kama hamaltahu ‘ala al-ladhina min qablina rabbana wa-la tuhammilna ma la taqata lana bihi wau’fu ‘anna waighfir lana wairhamna “anta mawlana faunsurna ‘ala al-qawmi al-kafirina " ( Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir ) , dan Alhamdulillah diruang ujian semua soal dapat aku jawab dengan baik, break the limit , tidak hanya sekedar bagaimana kita mendobrak sebuah batas, karena tidak semua batas tentunya dapat kita dobrak, a miracle, sebuah keberuntungan atau dalam bahasa religi-nya pertolongan dari Tuhan, adalah satu hal yang menjadi pendobrak batas disaat batas tak dapat lagi didobrak, inilah break the limit dalam artian sesungguhnya, yaitu meng-komparasikan sebuah usaha dengan do'a, disaat usaha telah melakukan pekerjaannya maka do'a lah elemen yang menjadi unsur finishing-nya, tidak hanya sekedar pelengkap tentunya, dan satu elemen lain yang memiliki bagian cukup penting untuk turut serta dalam agenda mendobrak batas, ( break the limit ) adalah a strong will to do it, sebuah kemauan kuat untuk melangkah ke tahapan tersebut.

”I’mal Lidunyaka kaannaka ta’isyu Abadan. wa’mal liakhiratika kaannaka tamuutu ghadan”, (bekerjalah engkau untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya. Dan beribadahlah untuk akheratmu seakan-akan engkau mati besok), syair arab diatas menjadi satu symbol penting yang mencakup semua agenda break the limit, hidup selamanya adalah pengandaian yang mengharuskan kita untuk melakukan usaha usaha pemenuhan segala kebutuhan yang ada, dan mati besok merupakan cerminan pelengkap sirklus kehidupan yang ketetapannya diluar jangkauan kita .

A strong will ; break the limit , dua kalimat yang saling mengisi dan mempunyai keterikatan sebab akibat, kalimat yang sangat bernuansa positif jika kita dapat memahami dan mengarahkan perihal tersebut kesana, terakhir penulis ingin mengutip satu mutiara yang di cuplik dari novel sang pemimpi, " Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi mimpi itu " , hampir semua hal bermula dari mimpi mimpi, dan mimpi itulah yang suatu hari nanti akan menjadi break the limit dengan tanpa kita sadari.

Gami' station, kairo 2 februari 2009
Dedicated to my mom, semoga lepas sembuh nggeh bu'….

0 comments: